Rumah kami di kampung
di pinggir sawah, segala sesuatu aktifitas suasana yang terjadi didepan rumah
kami atau di (sawah) relatif kami tahu adanya. kami punya tetangga dekat yang
sudah kami anggap sebagai keluarga, kami dan dia penduduk asli dikampung itu, karena
kedekatan hubungan kami, kami memanggilnya Abah, sebagai orang yang kami
tuakan.
Orangnya pekerja keras
tanpa mengenal lelah. Ke uletan dan kerajinannya mampu memenuhi kebutuhan
keluarga besarnya terakomodir dengan jasanya yang hanya sebagai buruh tani dan
tengkulak buah-buahan kecil. Tidak ada hujan tidak ada panas bila ada pekerjaan
yang harus diselesaikan harus selesai secepatnya. Jangankan siang bolong dengan
panas terik matahari yang membakar kulitnya menjadi hitam legam, waktunya
shalat duhur,asar bahkan waktu magrib sekalipun diabaikannya begitu saja. atau
waktunya kita jeda sejenak untuk istirahat dan melakukan ke wajibannya untuk
beramal soleh lainnya ia tetap mengutamakan pekerjaannya. Seperti biasanya
selalu lupa melakukan kewajiban shalatnya itu, kecuali hari jum’at dan hari
raya idul adha ataupun idul fitri. Bahkan tengah malam waktunya orang tertidur
lelap kalau lagi bulan purnama si Abah tetap mencangkul di tengah sawah.
Dengan sisa umurnya
yang sudah larut menjelang senja, sudah berkali-kali dia terkena serangan
jantung, tapi Subhanalloh, Alloh itu benar-benar Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang terhadap setiap hamba-Nya, Alloh masih tetap memberikan kesembuhan
dan kesehatan yang kesekian kalinya dari sejumlah sakit yang dideritanya. Sering
kami ngobrol ngalor-ngidul dengannya, tidak jarang di sela-sela obrolan sering
kami selipkan ajakan dan nasihat-nasihat tentang cobaan dan kewajiban hidup
yang harus dibarengi dengan keimanan,ketaqwaan dan amal soleh yang baik dan
benar. Tentunya kami sesuaikan dengan cara penyampaian dan kemampuan nalar
bahasa yang dia dimengerti. Itu semua belum mampu menyentuh atau meluluhkan
hatinya untuk melakukan kewajibannya sebagai hamba Alloh. Tidak ada sentuhan
ruhani yang dapat merubah sikapnya. Kecuali nilai-nilai keduniawian dan hal-hal
yang murahan yang dapat menumbuhkan gairah semangatnya.
Suatu saat ia terkena
serangan jantung lagi untuk yang kesekian kalinya, seperti biasa yang
sudah-sudah dibawa lagi ke rumah sakit langganannya, seperti biasa pula dokter menyarankan
untuk berhenti merokok, mungkin karena sudah wataknya yang kuat seperti itu, ia
nekad pergi ke warung kopi sambil membawa tongkat selang infus yang masih
menancap di tangannya, hanya sekedar untuk merokok dan ngopi di warung di dekat
rumah sakit. Ketika dokter akan mengecek kesehatannya, dokter kaget karena
pasien tidak ada di kamar, sang dokter dengan rasa tanggungjawabnya berusaha
mencarinya, dengan perasaan jengkel sang dokter geleng-geleng kepala,
ditemukanya sang pasien itu di warung kopi, dengan tenangnya ia merokok dan
ngopi seperti tanpa dosa dengan memegang tongkat infusan. He..he..he
Sore itu kami lagi
santai di rumah anaknya,tiba-tiba istri si Abah berteriak-teriak minta tolong,
kami segera kerumahnya, ternyata penyakit si Abah kambuh lagi, bahkan lebih
parah dari sebelumnya, kami bingung dan panik, karena si Abah tidak
bisa ngomong bahkan tidak bisa begerak. Kami berinisitip untuk membawanya ke
rumah sakit, tapi dengan bahasa isyarat si abah menolaknya. Dua hari si Abah
mengalami lumpuh sebelah, tapi di malam ke tiga anggota tubuhnya sudah mulai
bisa digerakan satu persatu. Lagi-lagi Alloh menunjukan kuasanya, paginya dia
sembuh total, dan saat itu juga kami kaget tiba-tiba si abah membantu kami
memikul kusen kayu kelapa yang begitu berat dan besar bagi ukuran yang sehat
pun, apalagi bagi si abah yang baru sembuh.
Dalam obrolan santai
pada saat si Abah membantu kami, seperti biasanya kami menasehatinya,”Bah sudah
saatnya Abah merubah sikap secara total supaya tetap ingat sama Alloh(“eling
sholat Bah.!”), dengan mentaati segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya” “sudah sangat sering Alloh menyelamatkan Abah dengan kasih
sayang-Nya, sekarang tinggal Abah berterima kasih Kepada Alloh, dengan
menjalankan perintahnya, jangan sampai menunggu teguran yang lebih keras lagi”.
Mulai saat itu Allhamdulillah si Abah sadar, tidak ada waktu yang tertingal
dalam menjalankan shalat wajibnya. Bahkan magrib, isya, dan sebelum subuh pun
si Abah sudah ada di mushola, yang tadinya tempat yang asing buat si Abah.
Allhamdulillah, Allohu Akbar.
By: H.A.Juandi
Sulaeman
0 comments:
Posting Komentar