Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Semoga ksejahtraan, rahmat hidayah, dan taufik Allah selalu mnyertai sahabat AK. Sore ini saya akan berbagi kisah yang tentunya bisa dijadikan motivasi dan bahan renungan buat sahabat AK. Langsung aja Yuk kita simak ceritanya yuk..!!
Gila !! Begitu cibiran yang hampir tiap hari menyengat telinga Dani Hermawan. Cibiran sadis tersebut diterimanya, setelah ia mengambil keputusan drastis yang sangat tidak masuk akal bagi rasio awam.
Bagaimana tidak. Dani hanyalah seorang pekerja serabutan. Ia tinggal di rumah kontrakan di Bogor bersama seorang anak dan istri yang tengah mengandung anak kedua. Untuk makan sehari-haripun, Dani sekeluarga sangat terbantu oleh kebaikan mertuanya.
Semoga ksejahtraan, rahmat hidayah, dan taufik Allah selalu mnyertai sahabat AK. Sore ini saya akan berbagi kisah yang tentunya bisa dijadikan motivasi dan bahan renungan buat sahabat AK. Langsung aja Yuk kita simak ceritanya yuk..!!
Gila !! Begitu cibiran yang hampir tiap hari menyengat telinga Dani Hermawan. Cibiran sadis tersebut diterimanya, setelah ia mengambil keputusan drastis yang sangat tidak masuk akal bagi rasio awam.
Bagaimana tidak. Dani hanyalah seorang pekerja serabutan. Ia tinggal di rumah kontrakan di Bogor bersama seorang anak dan istri yang tengah mengandung anak kedua. Untuk makan sehari-haripun, Dani sekeluarga sangat terbantu oleh kebaikan mertuanya.
Nah, dalam kondisi begitu, Dani malah menguras isi
kontrakannya. Bukannya untuk dijual buat makan dan beli susu anaknya, tapi
justru disedekahkan.
Pencerahan sedekah Dani dapatkan, setelah nyawanya hampir
melayang di ujung putus asa.
Semula, Dani Hermawan seorang supplier ayam yang cukup
berjaya. Peternakannya luas, ayamnya ribuan. Mobil pengangkut ayam tiap hari
keluar-masuk kandangnya. Uang setoran pun mengalir deras ke kantongnya.
Sampai kemudian, wabah flu burung menyerang. Puluhan demi
puluhan ayam negeri Dani mati, sampai akhirnya ludes tak tersisa. Dani Hermawan
bangkrut pada tahun 2007.
Tragisnya, hampir tidak ada sisa masa kejayaan usaha
Dani. Uang yang melimpah justru membuatnya lalai untuk menyiagakan masa depan
keluarga. Bahkan rumah pun mereka tak sempat punya. “Saya lalai, saya lalai,”
kenang Dani sambil terisak.
Bersamaan dengan itu, Nia Kurniawati istrinya pun di-PHK
dari tempat kerjanya.
Untuk melanjutkan hidup sekeluarga, Dani lalu kerja
serabutan sambil “mantab” (makan tabungan) yang sedikit tersisa. Beruntung dia
memiliki mertua yang baik, sehingga kebutuhan dapurnya kemudian tertalangi. Walaupun,
sebagai kepala keluarga yang pernah jaya, pria ini sungguh tak enak hati hidup
dalam naungan mertua.
Perasaan bersalah, malu, sekaligus khawatir, menumpuk di
dada, membuat Dani Hermawan stress. Apalagi anak mereka yang kedua jelang
lahir. Duit dari mana buat biayanya? Uang dari mana untuk membeli susunya? Lalu
buat sekolahnya nanti bagiamana?
Masya Allah, tak kuasa menahan stress, bisikan setan pun
diikutinya. Satu malam, Dani ngeloyor ke rel kereta api tak jauh dari rumahnya.
Sampai di sana, dia lalu nekad membaringkan diri menyilangi salah satu rel.
Ketika kupingnya menangkap deru kereta Jabotabek dari
arah Jakarta, Dani segera memejamkan mata rapat-rapat. “Sebentar lagi
penderitaanku akan berakhir,” batinnya, walau dibarengi rasa takut.
Wes ewes ewes, bablas keretanya. “Lho, aku kok masih
hidup,” Dani kaget ketika membuka mata. Olala, ternyata kereta api lewat
melalui rel satunya.
Dani lalu memejamkan mata lagi, berharap kereta
berikutnya segera lewat dan melindas tubuhnya.
Tapi, tunggu punya tunggu, si kereta tak datang jua.
Sementara, Dani harus bersilat melawan gerombolan nyamuk yang mengerubutinya.
Plak, plok, plaak.
Tak tahan dingin dan nyamuk, akhirnya Dani urung bunuh
diri. Dengan langkah lunglai, pulang dia ke kontrakannya.
Suatu malam berikutnya, giliran bisikan malaikat yang dia
ikuti. Saat iseng menyetel TV Banten, tiba-tiba Dani terpaku pada taushiyah
Ustadz Yusuf Mansur. Sang Ustadz tengah menguraikan sedekah sebagai solusi
problema kehidupan.
“Sedekah akan cepat bunyi bila ditunaikan dalam keadaan
kita kepepet, lagi butuh, atau sangat menyayangi harta yang akan kita
sedekahkan,” kata Ustadz, yang menancap betul di benak Dani.
Besoknya, dengan getol Dani mulai memburu dan melahap
taushiyah Ustadz melalui radio dan televisi, juga VCD.
Melihat hobby baru suaminya, semula Nia sinis. “Aa’, yang
pasti-pasti aja deh. Uang itu ya didapat dari kerja, bukan sedekah,” kata Nia
yang waktu itu masih belum berbusana muslimah.
“O iya, ini juga pasti Dik. Tinggal kita yakin apa enggak,”
Dani mencoba sabar. Ia maklum, dalam kondisi seperti ini istrinya jadi sensi.
Namun satu sore, Dani memergoki istrinya tengah menyimak
VCD The Miracle. Tampak Nia manggut-manggut, merasa mendapat pencerahan.
“Iya ya A’, kita sedekahkan yang kita punya yuk,”
katanya, disambut senyum Dani.
Tak tega rasanya Darmawan Setiadi, saat menjemput sedekah
Dani di kontrakannya. Di bawah tatapan melompong putri Dani, Darmawan dan tim
PPPA Daarul Qur’an mengangkut kulkas, televisi, tape, sampai ke handphone satu-satunya
milik tuan rumah. Semua barang itu bakal dijual di PPPA Shop, hasilnya untuk
membiayai program pembibitan penghafal Qur’an.
“Mas Dani, bagaimana kalau hape-nya tidak usah ikut
disedekahkan. Mas Dani kan sangat memerlukannya,” bisik Darmawan kepada Dani.
“Oh, tidak Mas. Saya memang sudah meniatkan untuk
disedekahkan bersama barang-barang lainnya. Doakan saja agar Allah memberi
balasan yang terbaik buat kami,” jawab Dani mantap. Apa boleh buat. Sambil
menahan tangis haru, Darmawan membawa semua barang sedekahan Dani. Tak ayal,
kontrakan Dani langsung kosong melompong. Yang tersisa hanyalah almari kayu tua
yang sudah tidak layak untuk disedekahkan sekalipun.
Almari itu bagian tengahnya bolong, tadinya untuk wadah
TV. Setelah TV-nya diangkut, Az Zahra anak sulung Dani nyeletuk, “Yah, sekarang
kita nonton tipinya bohong-bohongan ya?”
Dani menjawab dengan mengusap sayang kepala putranya. “Tenang, Nak, Allah Maha Kaya dan Maha Mengetahui,”
katanya, ditingkahi senyum tulus sang istri.
Setelah itu, Dani dan Nia Kurniawati, menggetolkan
riyadhoh. Mereka dawamkan amalan wajib, ditambah amalan sunnah Nabi seperti
sholat tahajjaud, dhuha, dan puasa Senin-Kamis.
Saking rindunya pada Rasulullah SAW, Dani bahkan mulai
membiasakan diri mengenakan baju gamis. Namun, mantan pengusaha peternakan ayam
yang kini hobby-nya ke masjid itu, malah disalahpahami. Bahkan sebagian orang
menganggapnya kurang waras.
“Dik, mengapa mereka tega mengataiku gila. Apakah orang
tidak boleh berubah jadi baik,” keluh Dani Hermawan pada istrinya. “Sabarlah
A’, insya Allah, Allah akan menunjukkan jalan,” Nia menghibur suaminya.
Kabar tentang “keanehan” Dani, rupanya sampai juga ke
seorang pengusaha yang masih tetangganya. Suatu malam, Dani dipanggil ke rumah
si pengusaha. Setelah menyimak kisah singkat perjalanan hidup Dani, pengusaha
itu berkata, “Hobby-mu apa Dan?”
“Badminton, Pak, tapi belakangan ini sudah jarang main
lagi,” Dani tersenyum.
“Ya sudah, nanti kapan-kapan kita ketemu lagi.”
Saat dipanggil kembali, Dani kaget bukan kepalang.
Pengusaha tersebut menjadikannya manajer Gedung Olah Raga (GOR) badminton di
Jalan Soleh Iskandar, Bogor.
Selain menyewakan gedung badminton, Dani Hermawan juga
mengajar kelas bulu tangkis. Dia pun melayani les privat olahraga yang sama.
Ini menjadi kekuatan GOR yang dikelolanya.
“Awalnya, hanya satu klub yang menjadi pelanggan kami.
Sekarang alhamdulillah, sampai harus antri kalau mau makai GOR kami,” kata
Dani.
Kini, kehidupan Dani Hermawan dan istrinya bersama kedua
buah hati mereka, Azzahra Putri Dani dan Juaneta Putri Dania, jauh lebih baik.
Tanpa dipaksa sang suami, Nia Kurniawati sudah berbusana muslimah. Mereka
sangat mensyukuri semuanya, meskipun belum memiliki rumah sendiri.
(sumber : buku dahsyatnya sedekah)
0 comments:
Posting Komentar