AL-IHSAN
Ihsan yang mengakar pada kata al hasan dst, secara
ontologis berkaitan erat dengan fitrah manusia yang menyukai kebaikan,
keindahan dan kebenaran (untuk setiap ciptaan Tuhan). Objek Ihsan ada pada 3
hal: intensi (niat), kondisi batin (intuisi), dan perbuatan (aksi).
Falsafah
Ihsan bertumpu pada makna teks berikut :
- Sebab Tuhan telah memberi manusia beragam nikmat (ijad, imdad, huda war rasyad), maka ia mestilah membalas kebaikan Tuhan tsb, dengan berbuat baik kepada sesama dan alam semesta .
- Sebab manusia tercipta justru untuk dimasukkan ke dalam surga, maka ada harga yang harus ditebusnya turun ke muka bumi dan berbuat baik terhadap sesama dan alam semesta.
Di dunia berupa keberkahan hidup di
akhirat tentu saja mendapatkan ridhanya Allah swt. Karakter ihsan itu hierarkis
dan dinamis. Teorinya, kebaikan sekecil apapun yang dilakukan oleh manusia maka
akan membawanya kepada level kebaikan yang lebih luhur, maka mulailah berbuat
ihsan pada hal yang paling terkecil (hierarkis), menuju hal terbesar, dan
semakin tak terhingga (dinamis). Jalan
memahami ihsan yang paling efesien adalah keimanan (أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك ) Kamu beribadah seakan akan kamu melihat-Nya meskipun kamu tak melihatnya ssesungganya ia melihatmu.
Circle Ihsan itu ada banyak, di antaranya: ihsan kepada diri, orang tua, kerabat, tetangga, kaum papa tertindas, termasuk ihsan kepada orang yang berbeda keyakinan, pada dunia flora, fauna, serta alam jamadi.
Apakah ihsan? Mengapa harus berbuat ihsan? Seberapa penting ihsan untuk kemanfaatan hidup yang lebih layak? Bagaimana menerjamahkan konsep ihsan ke dalam praksisme kehidupan? Apa dampaknya bila abai terhadap ihsan? Adakah balasan Tuhan bagi mereka yang peduli ihsan maupun abai?
Ihsan itu instruksi agama. Diperintahkan langsung oleh
Allah & Rasul Nya. Hal inilah yang pertama kali harus disadari manusia
sebagai kewajiban dirinya di hadapan Tuhan. Bila titik pemberangkatan ini usai,
maka keimanannya itu perlu diperdalam kembali melalui cipta kondisi argumentasi
yang rasional-aplikatif.
Bukankan manusia selalu menginginkan kehidupan yang harmoni, aman, damai, sentosa? Pada point ini, manusia haruslah pandai berempati. Menjadikan manusia lainnya sebagai cerminan diri. Bila tak ingin disakiti, maka jangan menyakiti.
- Mengapa selalu ada fenomena kehidupan disharmoni?
- Adakah keburukan (dalam hal apapun) menyakiti nurani kita sebagai manusia?
-
Tidakkah kita sebagai muslim seharusnya selalu berbuat
baik kepada sesama, bertepo seliro, saling menghargai, saling menghormati –,
sesuai positioning-nya masing-masing?
- Tak perlukah semua makhluk ciptaan-Nya di alam semesta mendapatkan perlakuan yang juga baik dari kita sebagai khalifatullah fil ardlh?
Apa manfaatnya? Banyak.
- Alam pasti terjaga.
- Kebudayaan manusia tak hanya akan semakin cerdas, namun juga beradab.
- Kehidupan yang penuh berkah.
- Lingkungan belajar yang nyaman.
- Kondisi interaktif yang menciptakan atmosfer kekeluargaan.
- Dst.
Contoh
:
- Nabi saw, menegur seorang sahabat ra, yang menelantarkan untanya hingga kelaparan.
- Saat usai perang Khaibar versus Yahudi, Nabi saw, mengembalikan manuskrip Torah yang diminta oleh mereka.
- Nabi saw, menjenguk seorang Yahudi yang sakit mendekati sakaratul maut.
- Kisah seorang wanita Yahudi yang dikabarkan Nabi saw. masuk surga lantaran memberi minum seekor anjing yang tengah dahaga.
- Dst.
Oleh Dr. Asep Arsyul Munir Lc. MA.
0 comments:
Posting Komentar